Bisnis.com, JAKARTA — Pelaku usaha menilai kinerja atase perdagangan dan Pusat Promosi Perdagangan Indonesia belum maksimal sepanjang tahun lalu seiring dengan catatan buruk kinerja ekspor nonmigas RI yang terganggu akibat pandemi Covid-19.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Hubungan Internasional Shinta W. Kamdani melihat peran atase perdagangan dari aspek bantuan teknis dalam melakukan penetrasi pasar masih kurang efektif.
“Peran atdag [atase perdagangan] dan ITPC [Indonesian Trade Promotion Center] saat ini sebetulnya sudah lebih baik, lebih proaktif, dan berkontribusi lebih banyak dalam membantu promosi ekspor nasional di luar negeri. Namun, engagement dengan eksportir nasional serta calon buyers potensial di negara tujuan seharusnya bisa lebih dikembangkan dan dikolaborasikan secara lebih erat. Ini akan meningkatkan kesuksesan upaya peningkatan kinerja ekspor tahun ini,” ujar Shinta kepada Bisnis, Kamis (4/2/2021).
Sepanjang 2020 kinerja atase perdagangan dan Pusat Promosi Perdagangan Indonesia (ITPC) mayoritas membukukan rapor merah.
Kementerian Perdagangan mencatat dari 33 negara, hanya 11 yang mencatatkan rapor hijau, di antaranya China (15,59 persen), Amerika Serikat (4,58 persen), Swiss (223,76 persen), Australia (14,52 persen), dan Rusia (12,73 persen).
Sementara itu, Hongkong (-19,21 persen) Thailand (-16,76 persen), Uni Emirat Arab (-15,57 persen), Filipina (-13,30 persen), dan India (12,83 persen) menjadi negara-negara dengan kinerja ekspor negatif tahun lalu.
Baca Juga
Shinta menambahkan bahwa pemerintah perlu memberi sistem pendukung di dalam negeri untuk mendongkrak kinerja, efisiensi, serta daya saing ekspor melalui efisiensi biaya usaha.
Implementasi UU No. 21/2020 tentang Cipta Kerja beserta dukungan dalam bentuk penyederhanaan izin, prosedur dan birokrasi ekspor impor, edukasi, dan bantuan untuk mengetahui serta memenuhi standar pasar ekspor, dan bantuan finansial ekspor bagi eksportir-eksportir yang kondisi finansialnya tertekan sepanjang pandemi, menjadi sejumlah hal yang diperlukan.
Namun, kendala terbesar masih berkutat di masalah pengendalian pandemi dan proses normalisasi ekonomi di negara tujuan ekspor.
Selain itu, terdapat faktor-faktor sekunder yang menjadi kendala, seperti keragaman varian produk ekspor nasional di negara tujuan, kesuksesan penetrasi pasar, kasus trade remedies yang kontraproduktif terhadap upaya peningkatan kinerja perdagangan.
Tahun ini, lanjut Shinta, pemulihan ekonomi kemungkinan bisa terjadi di China dan kawasan Asean, sedangkan untuk pasar Amerika Serikat dan Eropa, masih belum bisa diprediksi karena kontraksi pasar yang sangat dalam serta konsumsi pasarnya yang lemah.